Seorang pemuda menemui Nabi SAW. Ia berkata, "Ya Nabi Allah, izinkansaya berzina!" Orang-orang berteriak mendengar pertanyaan itu.Tetapi Nabi SAW. Bersabda, "Suruh dia mendekat padaku." Pemudaitu menghampiri Nabi dan duduk dihadapannya.
Nabi berkata kepadanya,"Apakah kamu suka orang lain menzinai ibumu?" segera iamenjawab, "Tidak, semoga Allah menjadikan diriku sebagaitebusanmu." Nabi SAW. Bersabda, "Begitu pula orang lain, tidakingin perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka." "Sukakah kamujika perzinaan itu terjadi pada anak perempuanmu? " "Tidak,semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu." "Begitu pula oranglain, tidak ingin perzinaan itu terjadi pada anak perempuan mereka.""Sukakah kamu, jika perzinaan itu terjadi pada saudaraperempuanmu? "
Begitulah Nabi SAW. Menyebut bibi dari pihak ibu dan pihak bapak. Untuksemua pertanyaan Nabi, pemuda itu menjawab, "Tidak!" RasulullahSAW. Meletakkan tangannya yang mulia pada dada pemuda itu seraya berdoa,"Ya Allah, sucikan hatinya, ampuni dosanya, dan peliharalahkehormatannya. " Setelah itu tidak ada yang paling dibenci pemuda ituselain perzinaan. (Syaikh Rasyid Ridha, Al-Manar, 4:33)
Suatu hari, di pinggiran kota Bandung, seorang adik dalam sebuahmentoring bertanya ke kakak mentornya. Ia berkata, "kak, izinkansaya pacaran!" adik-adik peserta yang lain berteriak mendengarpertanyaan itu. Tetapi sang kakak mentor dengan tersenyum dan berkatakepadanya, "Dik, didalam islam itu tidak ada pacaran!" Sang kakak dengan tegasnya memberikan jawaban, sambil mengingatkan materi yang dahulu pernah disampaikannya yang kemudian disertai dengan sedikitpenjelasan singkat.Cara Kakak mentor ini menjelaskan banyak, bahkan boleh jadi kebanyakancara mentor kita menjawab pertanyaan adik mentornya. Langsung To the Point pada pemahamannya yang mungkin sangat saklak bahkan boleh jadi sangat melangit untuk sebuah jawaban. Sangat berbeda dengan caraRasulullah saat menjawab, Ia bukan saja membayangkan pikiran atauperasaan orang lain. Ia melibatkan seluruh dirinya dalam pengalaman orang lain itu. Ia mengalaminya sendiri. Martin Buber, filosof eksistensialis, menyebutnya making present (menghadirkan) .Para filosof islam telah lama membahas sejenis ilmu"Menghadirkan" , yang mereka sebut ilmu hudhuri. Kita dapat mengetahui keberadaan tuhan dengan bukti-bukti `aqli maupun`naqli. Tetapi, pengetahuan ini tidak akan mempengaruhi kehidupan kita. Hanya, ketika kita merasakan atau mengalami kehadiran tuhan, seluruh eksistensi kita akan mengalami perubahan.
Saya jadi ingat sebuah cerita tentang seorang pemuda yang baru maubelajar tasawuf, mau mengungkap cahaya ilahi ceritanya. Jadi dia datang menemui gurunya. Gurunya memberikan pelajaran yang pertama. Pemuda itu rajin shalat malam dan pada shalat malam tentu dia bacakan ayat-ayat Al-Quran. Kata gurunya, "Nanti kalau kamu shalat malam, bacalah Al-Quran dan bayangkan aku guru kamu mendengarkan dihadapanmu. Biasanya dia selalu khatam. Setiap kali shalat malam dia khatam Al-Quran, biasanya begitu. Lalu akhirya dia mulai membaca dan menghadirkan sosok gurunya. Esoknya dia lapor, "Guru saya hanya bisa sampai satu juz saja, saya tidakbisa menyelesaikan seluruh Al-Quran,". Kata gurunya, "Sekarangbayangkan oleh kamu, nanti ketika kamu shalat malam, ketika kamu membaca ayat Al-Quran bayangkan kamu membaca dihadapan para sahabat nabi."Lapor lagi dia kalau satu juz pun tidak selesai. Pada hari yang ketiga ia dianjurkan untuk melakukan lagi shalat malam dan membayangkan bahwa dihadapan ada Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Al-Quran. Lalu anak itulapor keesokan harinya, "Hampir saja Al-Fatihah pun tidakselesai." Yang terakhir dia dianjurkan untuk membayangkan dihadapannya Allah SWT mendengarkan bacaan Al-Quran. Padahal kita semuatahu kalau kita shalat, kita berhadapan dengan Allah SWT. Keesokanharinya dia tidak datang lagi untuk melapor. Dan gurunya mendengar kabarbahwa dia jatuh sakit. Ketika dikunjungi katanya semalam dia hanya sampai membaca `Iyya kana'buduwa Iyya kanasta'in.. "lalu dia pingsan, dia tidak sanggup lagi menanggungnya. Dan akhirnya Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir.Dia tidak sanggup menanggung kehadiran Allah SWT pada waktu membaca AL-Quran atau mungkin pemuda itu terlalu cepat ingin merasakan kehadiranAllah SWT atau gurunya terlalu cepat membimbing dia dan jiwanya tidak sanggup menanggungnya.
Dapatkah setiap orang "menghadirkan" pengalaman orang lain dalam dirinya? Tidak selalu. Secara potensial, setiap orang dibekali kemampuan untuk itu. Pada sebagiannya, potensi ini teraktualisasi. Pada sebagian lagi, potensi ini terabaikan sama sekali. Ketika Nabi SAW. Diberitahuakan bencana beruntun yang akan menimpa umat Islam sepeninggalnya,beliau tidak bisa tidur. Beliau dilaporkan tidak pernah tersenyumsetelah itu.
AlQuran menggambarkan pengalaman Nabi saw, dengan indah:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dankeselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadaporang-orang mukmin. (QS At Taubah : 128)
Pada diri Nabi, seluruh potensi "menghadirkan" ituteraktualisasi.Sekarang apakah kita sedih, ketika puluhan orang meninggalakibat luapan lumpur LAPINDO, ketika tak terhitung pasien yang meninggal"dipulangkan" dari rumah sakit, karena tidak sanggup membayarpengobatan, ketika banyak sekali adik-adik kita sekolah meninggalkansekolahnya dan membakar tubuh mereka pada terik matahari, hanya sekedaruntuk bertahan hidup?Sangat banyak pengalaman yang harus kita hadirkan dalam kehidupan ini.Dan memang harus kita akui betapa sulitnya "menghadirkan"pengalaman orang lain, walaupun dia saudara kita sebangsa dan setanahair. Apalagi bukan sebangsa dan setanah air (Red, Palestina, dll).
Nabi berkata kepadanya,"Apakah kamu suka orang lain menzinai ibumu?" segera iamenjawab, "Tidak, semoga Allah menjadikan diriku sebagaitebusanmu." Nabi SAW. Bersabda, "Begitu pula orang lain, tidakingin perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka." "Sukakah kamujika perzinaan itu terjadi pada anak perempuanmu? " "Tidak,semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu." "Begitu pula oranglain, tidak ingin perzinaan itu terjadi pada anak perempuan mereka.""Sukakah kamu, jika perzinaan itu terjadi pada saudaraperempuanmu? "
Begitulah Nabi SAW. Menyebut bibi dari pihak ibu dan pihak bapak. Untuksemua pertanyaan Nabi, pemuda itu menjawab, "Tidak!" RasulullahSAW. Meletakkan tangannya yang mulia pada dada pemuda itu seraya berdoa,"Ya Allah, sucikan hatinya, ampuni dosanya, dan peliharalahkehormatannya. " Setelah itu tidak ada yang paling dibenci pemuda ituselain perzinaan. (Syaikh Rasyid Ridha, Al-Manar, 4:33)
Suatu hari, di pinggiran kota Bandung, seorang adik dalam sebuahmentoring bertanya ke kakak mentornya. Ia berkata, "kak, izinkansaya pacaran!" adik-adik peserta yang lain berteriak mendengarpertanyaan itu. Tetapi sang kakak mentor dengan tersenyum dan berkatakepadanya, "Dik, didalam islam itu tidak ada pacaran!" Sang kakak dengan tegasnya memberikan jawaban, sambil mengingatkan materi yang dahulu pernah disampaikannya yang kemudian disertai dengan sedikitpenjelasan singkat.Cara Kakak mentor ini menjelaskan banyak, bahkan boleh jadi kebanyakancara mentor kita menjawab pertanyaan adik mentornya. Langsung To the Point pada pemahamannya yang mungkin sangat saklak bahkan boleh jadi sangat melangit untuk sebuah jawaban. Sangat berbeda dengan caraRasulullah saat menjawab, Ia bukan saja membayangkan pikiran atauperasaan orang lain. Ia melibatkan seluruh dirinya dalam pengalaman orang lain itu. Ia mengalaminya sendiri. Martin Buber, filosof eksistensialis, menyebutnya making present (menghadirkan) .Para filosof islam telah lama membahas sejenis ilmu"Menghadirkan" , yang mereka sebut ilmu hudhuri. Kita dapat mengetahui keberadaan tuhan dengan bukti-bukti `aqli maupun`naqli. Tetapi, pengetahuan ini tidak akan mempengaruhi kehidupan kita. Hanya, ketika kita merasakan atau mengalami kehadiran tuhan, seluruh eksistensi kita akan mengalami perubahan.
Saya jadi ingat sebuah cerita tentang seorang pemuda yang baru maubelajar tasawuf, mau mengungkap cahaya ilahi ceritanya. Jadi dia datang menemui gurunya. Gurunya memberikan pelajaran yang pertama. Pemuda itu rajin shalat malam dan pada shalat malam tentu dia bacakan ayat-ayat Al-Quran. Kata gurunya, "Nanti kalau kamu shalat malam, bacalah Al-Quran dan bayangkan aku guru kamu mendengarkan dihadapanmu. Biasanya dia selalu khatam. Setiap kali shalat malam dia khatam Al-Quran, biasanya begitu. Lalu akhirya dia mulai membaca dan menghadirkan sosok gurunya. Esoknya dia lapor, "Guru saya hanya bisa sampai satu juz saja, saya tidakbisa menyelesaikan seluruh Al-Quran,". Kata gurunya, "Sekarangbayangkan oleh kamu, nanti ketika kamu shalat malam, ketika kamu membaca ayat Al-Quran bayangkan kamu membaca dihadapan para sahabat nabi."Lapor lagi dia kalau satu juz pun tidak selesai. Pada hari yang ketiga ia dianjurkan untuk melakukan lagi shalat malam dan membayangkan bahwa dihadapan ada Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Al-Quran. Lalu anak itulapor keesokan harinya, "Hampir saja Al-Fatihah pun tidakselesai." Yang terakhir dia dianjurkan untuk membayangkan dihadapannya Allah SWT mendengarkan bacaan Al-Quran. Padahal kita semuatahu kalau kita shalat, kita berhadapan dengan Allah SWT. Keesokanharinya dia tidak datang lagi untuk melapor. Dan gurunya mendengar kabarbahwa dia jatuh sakit. Ketika dikunjungi katanya semalam dia hanya sampai membaca `Iyya kana'buduwa Iyya kanasta'in.. "lalu dia pingsan, dia tidak sanggup lagi menanggungnya. Dan akhirnya Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir.Dia tidak sanggup menanggung kehadiran Allah SWT pada waktu membaca AL-Quran atau mungkin pemuda itu terlalu cepat ingin merasakan kehadiranAllah SWT atau gurunya terlalu cepat membimbing dia dan jiwanya tidak sanggup menanggungnya.
Dapatkah setiap orang "menghadirkan" pengalaman orang lain dalam dirinya? Tidak selalu. Secara potensial, setiap orang dibekali kemampuan untuk itu. Pada sebagiannya, potensi ini teraktualisasi. Pada sebagian lagi, potensi ini terabaikan sama sekali. Ketika Nabi SAW. Diberitahuakan bencana beruntun yang akan menimpa umat Islam sepeninggalnya,beliau tidak bisa tidur. Beliau dilaporkan tidak pernah tersenyumsetelah itu.
AlQuran menggambarkan pengalaman Nabi saw, dengan indah:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dankeselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadaporang-orang mukmin. (QS At Taubah : 128)
Pada diri Nabi, seluruh potensi "menghadirkan" ituteraktualisasi.Sekarang apakah kita sedih, ketika puluhan orang meninggalakibat luapan lumpur LAPINDO, ketika tak terhitung pasien yang meninggal"dipulangkan" dari rumah sakit, karena tidak sanggup membayarpengobatan, ketika banyak sekali adik-adik kita sekolah meninggalkansekolahnya dan membakar tubuh mereka pada terik matahari, hanya sekedaruntuk bertahan hidup?Sangat banyak pengalaman yang harus kita hadirkan dalam kehidupan ini.Dan memang harus kita akui betapa sulitnya "menghadirkan"pengalaman orang lain, walaupun dia saudara kita sebangsa dan setanahair. Apalagi bukan sebangsa dan setanah air (Red, Palestina, dll).
Wa Allahu a'lam bi al-showwab.
No comments:
Post a Comment